Rabu, 14 Agustus 2013

KOLSA tuntut wewenang Aceh sesuai perjanjian damai


PERDAMAIAN Aceh dinilai belum sesuai dengan isi dari nota kesepahaman Memorandum of Understanding Helsinki. Salah satunya adalah persoalan identitas Aceh yang menyangkut dengan bendera, lambang/simbol, dan juga himne. Padahal perdamaian Aceh sudah berjalan 8 tahun lamanya.

Hal tersebut menjadi perhatian penting bagi Koalisi Lembaga Sipil Aceh (KOLSA) yang menilai daerah tersebut mempunyai beberapa hak khusus. Diantaranya hak melaksanakan pemerintahan sendiri, membuat undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA), serta berhak mendapatkan jatah 70 persen dari hasil sektor Minyak dan Gas (Migas). Namun semua hal tersebut belum sepenuhnya terealisasi sesuai dengan janji perdamaian.

“Kami menilai masih banyak hal yang belum sesuai dengan MoU. Jadi melalui momentum peringatan delapan tahun perdamaian Aceh, kami berharap realisasi daripada turunan MoU Helsinki dapat segera terwujud. Hal tersebut demi kesejahteraan Aceh,” ujar Bukhari, Juru Bicara KOLSA didampingi Koordinator KOLSA Muhammad Daud pada konferensi pers siang tadi di salah satu warung kopi Simpang Kutablang, Lhokseumawe, Rabu 14 Agustus 2013.

Beberapa poin dalam MoU yang dianggap penting oleh KOLSA antara lain poin 1.1.5 tentang kewenangan Aceh dalam menggunakan simbol, bendera, dan himne sendiri. Kemudian poin 1.3.4 tentang penguasaan hasil kekayaan alam berupa migas sebanyak 70 persen.

Selain itu KOLSA menilai Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya mematuhi Kovenan Internasional PBB mengenai hak sipil, politik, hak ekonomi, sosial, dan budaya. Serta soal Pemerintah Indonesia yang harus mengalokasikan dana bagi rehabilitasi harta benda publik dan perorangan yang hancur akibat konflik untuk dikelola oleh pemerinta Aceh.

Dari berbagai permasalahan tersebut KOLSA melalui juru bicaranya Bukhari mendesak Pemerintah Pusat untuk segera merealisasikan turunan poin-poin MoU Helsinki. Selain itu, koalisi juga mendesak Pusat dan Pemerintah Aceh merevisi UUPA agar sesuai dengan poin MoU Helsinki.

KOLSA turut mendesak pemerintah untuk segera menyusun dan mengesahkan Peraturan Pemerintah dan Perpres serta Kepres menyangkut kewenangan Aceh.

Selain itu, Pemerintah Pusat diminta untuk tidak menghambat realisasi Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang lambang dan bendera Aceh, serta meminta kepada seluruh masyarakat baik elemen sipil dan militer agar sama-sama menjaga perdamaian.

“Kelima pernyataan sikap tersebut akan terus kami suarakan, akan kami kawal. Jika kelima pernyataan sikap tersebut tidak diperdulikan oleh Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Aceh, maka kita siap melakukan aksi yang besar,” katanya.

Hal senada disampaikan Koordinator KOLSA, Sulaiman Daud. Dia menilai jika kewenangan tersebut telah diberikan kepada Aceh maka dengan sendirinya rakyat akan sejahtera.

“Jika kita telah dapatkan kewenagan itu maka yang lainnya pun akan bisa klita lakukan,” ujarnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar