Cintaku Disawah Hijau
Source : Post Kota
Tahun 1976 pernah beredar film Cintaku di kampus biru karya Ashadi Siregar. Sekarang, di Jombang (Jatim) sepasang anak muda digerebek massa gara-gara bikin “film” mesum berjudul “cintaku di sawah hijau”. Saat diperiksa petugas, Lamhudi – Wastini mengaku sudah “syuting” tanpa kamera 10 kali.
Cinta adalah perasaan, sedangkan bercinta adalah perbuatan. Kalau bahasanya anak muda sekarang, cinta adalah koalisi, sedangkan bercinta adalah eksekusi. Koalisi tanpa eksekusi, kata para praktisinya, bagaikan sayur tanpa garam. Padahal jika kata para ustadz, silakan koalisi itu dilanjutkan ke eksekusi, tapi selesaikan dulu urusan administrasi (KUA).
Lamhudi, 23 (bukan nama sebenarnya), anak muda dari Desa Bongkot Kecamatan Paterangan, selama ini menjadi anggota komunitas remaja punk. Karenanya kehidupan bebas sudah menjadi menu sehari-hari. Dalam persepsi dia, meski sudah punya istri, bergaul dengan cewek lain, termasuk menggauli, bukanlah hal tabu. Sepanjang suka sama suka, bolehlah ambil tuh barang. Karenanya, meski Lamhudi sudah punya istri dan satu anak, masih juga jago pacaran. Apa lagi dalam usianya kini, jadi don yuan kelas kampung masih patut juga.
Istrinya, Watik, 21 (bukan nama sebenarnya), sama sekali tidak tahu sisi buruk suaminya. Dia pikir, seringnya pergi Lamhudi sekadar ngombyongi (berteman) dengan komunitasnya dalam dunia punk rock. Ya, seperti pengakuan dia pada istrinya, bersama kelompok punk-nya dia memang suka bermain musik ke mana-mana. Padahal aslinya, bukan punk rock, tapi punk rok (tanpa huruf c – red). Soalnya, dalam kebebasanya bersama teman, Lamhudi sering terlibat urusan buka rok segala.
Diam-diam Lamhudi memang punya WIL (Wanita Idaman Lain), si gadis Wastini yang masih duduk di bangku SMA. Sesuai prinsip dan pemahaman gaya hidup Lamhudi, dia berhubungan dengan gadis dari Desa Batik Kecamatan Kesamben itu itu tak hanya sebatas bergaul biasa, tapi juga menggauli asalkan ada kesempatan. Kali pertama dilakukan di rumah Wastini. Tapi pada kesempatan lain, eksekusi itu biasa dilakukan di tengah sawah, di pematang yang dilindungi oleh hijaunya dedaunan batang padi.
Sampailah pada kejadian beberapa hari lalu. Lewat SMS Wastini mengabarkan bahwa siap bertempur dengan Lamhudi di tempat sebagaimana biasa. Suami Watik ini segera meresponnya. Tapi untuk berangkat langsung, rasanya kok mengundang kecurigaan. Maka begitu situasi nampak aman terkendali, diam-diam selepas maghrib Lamhudi segera menuju ke sawah yang menjadi medan eksekusi.
Nggak tahunya, gerak-gerik mencurigakan Lamhudi terbaca oleh istrinya. Maka diam-diam dia mengikuti dari belakang. Lho, kok masuk ke sawah? Mau cari jangkrik apa ngilekke banyu (mengalirkan irigasi sawah)? Lho, kok di tengah sawah telah ada cewek lain menunggu? Makin kaget lagi Watik ketika menyaksikan Lamhudi dan cewek pasangannya itu kemudian bersetubuh di pematang sawah yang hanya berlebar 50 cm itu.
Buru-buru Watik balik bakul ke kampung, mengajak sejumlah penduduk. Tak lama kemudian pasangan mesum itu digerebek. Tak tahulah, baru dalam tahap pemanasan atau sudah nihil (masuk semua – Red) jika menurut istilah absen anak SD. Tentu saja Lamhudi – Wastini tak bisa berkutik. Saat dibawa ke balai desa, keduanya mengakui segala perbuatannya. Kata mereka “syuting” film berjudul “cintaku si sawah hijau” ini sudah berlangsung 10 kali. “Saya dari rumah sudah nggak pakai celana dalam, Pak.” Aku Wastini sebelum diserahkan ke Polsek Peterongan.
Masuk angin tahu rasa kamu! (BJ/Gunarso TS)
Cinta adalah perasaan, sedangkan bercinta adalah perbuatan. Kalau bahasanya anak muda sekarang, cinta adalah koalisi, sedangkan bercinta adalah eksekusi. Koalisi tanpa eksekusi, kata para praktisinya, bagaikan sayur tanpa garam. Padahal jika kata para ustadz, silakan koalisi itu dilanjutkan ke eksekusi, tapi selesaikan dulu urusan administrasi (KUA).
Lamhudi, 23 (bukan nama sebenarnya), anak muda dari Desa Bongkot Kecamatan Paterangan, selama ini menjadi anggota komunitas remaja punk. Karenanya kehidupan bebas sudah menjadi menu sehari-hari. Dalam persepsi dia, meski sudah punya istri, bergaul dengan cewek lain, termasuk menggauli, bukanlah hal tabu. Sepanjang suka sama suka, bolehlah ambil tuh barang. Karenanya, meski Lamhudi sudah punya istri dan satu anak, masih juga jago pacaran. Apa lagi dalam usianya kini, jadi don yuan kelas kampung masih patut juga.
Istrinya, Watik, 21 (bukan nama sebenarnya), sama sekali tidak tahu sisi buruk suaminya. Dia pikir, seringnya pergi Lamhudi sekadar ngombyongi (berteman) dengan komunitasnya dalam dunia punk rock. Ya, seperti pengakuan dia pada istrinya, bersama kelompok punk-nya dia memang suka bermain musik ke mana-mana. Padahal aslinya, bukan punk rock, tapi punk rok (tanpa huruf c – red). Soalnya, dalam kebebasanya bersama teman, Lamhudi sering terlibat urusan buka rok segala.
Diam-diam Lamhudi memang punya WIL (Wanita Idaman Lain), si gadis Wastini yang masih duduk di bangku SMA. Sesuai prinsip dan pemahaman gaya hidup Lamhudi, dia berhubungan dengan gadis dari Desa Batik Kecamatan Kesamben itu itu tak hanya sebatas bergaul biasa, tapi juga menggauli asalkan ada kesempatan. Kali pertama dilakukan di rumah Wastini. Tapi pada kesempatan lain, eksekusi itu biasa dilakukan di tengah sawah, di pematang yang dilindungi oleh hijaunya dedaunan batang padi.
Sampailah pada kejadian beberapa hari lalu. Lewat SMS Wastini mengabarkan bahwa siap bertempur dengan Lamhudi di tempat sebagaimana biasa. Suami Watik ini segera meresponnya. Tapi untuk berangkat langsung, rasanya kok mengundang kecurigaan. Maka begitu situasi nampak aman terkendali, diam-diam selepas maghrib Lamhudi segera menuju ke sawah yang menjadi medan eksekusi.
Nggak tahunya, gerak-gerik mencurigakan Lamhudi terbaca oleh istrinya. Maka diam-diam dia mengikuti dari belakang. Lho, kok masuk ke sawah? Mau cari jangkrik apa ngilekke banyu (mengalirkan irigasi sawah)? Lho, kok di tengah sawah telah ada cewek lain menunggu? Makin kaget lagi Watik ketika menyaksikan Lamhudi dan cewek pasangannya itu kemudian bersetubuh di pematang sawah yang hanya berlebar 50 cm itu.
Buru-buru Watik balik bakul ke kampung, mengajak sejumlah penduduk. Tak lama kemudian pasangan mesum itu digerebek. Tak tahulah, baru dalam tahap pemanasan atau sudah nihil (masuk semua – Red) jika menurut istilah absen anak SD. Tentu saja Lamhudi – Wastini tak bisa berkutik. Saat dibawa ke balai desa, keduanya mengakui segala perbuatannya. Kata mereka “syuting” film berjudul “cintaku si sawah hijau” ini sudah berlangsung 10 kali. “Saya dari rumah sudah nggak pakai celana dalam, Pak.” Aku Wastini sebelum diserahkan ke Polsek Peterongan.
Masuk angin tahu rasa kamu! (BJ/Gunarso TS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar